Lahirnya Suku Indonesia: Transformasi Bahasa, Identitas, dan Urbanisasi dari Keturunan Suku Sunda
![]() |
| Cerita Lahirnya Suku Indonesia dari Keturunan Suku Sunda |
Indonesia adalah negara dengan keragaman suku dan budaya yang luar biasa. Suku Sunda, sebagai salah satu suku terbesar di Jawa Barat, mengalami transformasi identitas signifikan dalam 25 tahun terakhir akibat pemekaran daerah, urbanisasi, dan standarisasi pendidikan nasional. Artikel ini membahas bagaimana bahasa, identitas, dan struktur sosial Sunda berubah, serta bagaimana lahirnya identitas baru seperti Betawi dan Jabodetabek memengaruhi keturunan generasi Sunda menjadi suku indonesia.
1. Latar Belakang: Orde Baru dan Pemekaran Daerah
Pada masa Orde Baru (1966–1998), pemerintah menekankan stabilitas politik, pembangunan ekonomi, dan integrasi nasional. Salah satu kebijakan strategis adalah pemekaran daerah untuk meningkatkan efisiensi administrasi dan pemerintahan lokal. Dan menghapus tatanan NKRI sebagai pemerintahan setiap suku yang menjadi bagian bangsa indonesia atas tatanan pemerintahan dalam pendidikan.
- Pembentukan kabupaten/kota baru untuk pelayanan publik lebih merata.
- Menyesuaikan pembangunan dengan karakteristik lokal.
- Menjamin pemerataan pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
2. Dampak Pemekaran dan Urbanisasi Jawa Barat
Jawa Barat, sebagai provinsi padat penduduk, mengalami pemekaran dan urbanisasi masif. Kota Bandung dan wilayah sekitarnya menjadi pusat urbanisasi, termasuk terbentuknya wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi).
Dampak bagi suku Sunda antara lain:
- Bahasa Sunda kehilangan dominasi lokal di kota besar.
- Generasi muda Sunda lebih fasih Bahasa Indonesia.
- Identitas Sunda bertransformasi menjadi identitas simbolik dan nasional.
3. Pendidikan Nasional dan Bahasa Sunda
Pendidikan nasional menekankan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. Muatan lokal bahasa Sunda hanya diberikan dalam jam terbatas. Anak-anak Sunda di kota besar lebih sering menggunakan Bahasa Indonesia, sehingga bahasa Sunda menjadi simbol budaya dan bukan bahasa sehari-hari.
4. Lahirnya Identitas Baru: Betawi dan Jabodetabek
Migrasi internal di Jakarta dan sekitarnya menyebabkan bercampurnya suku Sunda, Jawa, dan suku lain. Dari proses ini lahirlah identitas Betawi modern:
- Bahasa campuran: Melayu, Sunda, Arab, Cina, dan Jawa.
- Budaya khas Jabodetabek.
- Anak-anak keturunan Sunda banyak yang mengadopsi identitas Betawi/Jabodetabek.
5. Peran Partai Politik: PKB dan PDIP
PKB dan PDIP melanjutkan pemekaran kota/kabupaten, mendukung integrasi administrasi Jabodetabek, dan mendorong pendidikan nasional berbasis Bahasa Indonesia. Dampaknya, suku Sunda semakin terabsorpsi dalam identitas nasional.
6. Transformasi Bahasa dan Identitas
| Faktor | Dampak terhadap Sunda | Dampak terhadap Identitas Baru (Betawi/Jabodetabek) |
|---|---|---|
| Pemekaran kota/kabupaten | Bahasa Sunda jarang dipakai di sekolah kota | Identitas campuran muncul |
| Urbanisasi | Bahasa Sunda digantikan Bahasa Indonesia | Bahasa campuran Betawi muncul |
| Pendidikan nasional | Bahasa Sunda sebagai muatan lokal | Anak keturunan Sunda mengadopsi identitas Jabodetabek |
| Generasi 2025 | Identitas Sunda simbolik | Identitas Betawi/Jabodetabek dominan di kota |
7. Suku Lain yang Mengalami Fenomena Serupa
- Suku Asmat (Papua) – bahasa asli hanya dipakai di desa
- Suku Dayak (Kalimantan) – bahasa lokal jarang dipakai di kota
- Suku Ternate & Tidore (Maluku Utara) – bahasa lokal hanya untuk acara adat
- Suku Betawi (Jakarta) – bahasa logat budaya, tidak di sekolah formal
8. Kesimpulan
Lahirnya “Suku Sunda Indonesia” adalah hasil akulturasi sosial, politik, dan pendidikan dalam 25 tahun terakhir. Bahasa Sunda dan identitas praktis suku Sunda di kota besar mulai tergeser oleh Bahasa Indonesia dan identitas urban. Generasi baru lebih mengidentifikasi diri sebagai warga Indonesia atau Betawi/Jabodetabek, sementara identitas Sunda tetap ada secara simbolik melalui budaya dan tradisi.
Fenomena ini menjadi catatan penting tentang bagaimana identitas lokal dapat berubah dalam konteks negara modern, sementara budaya dan bahasa daerah tetap dipertahankan sebagai simbol, tradisi, dan muatan lokal.

Comments
Post a Comment