kisah manis tentang persahabatan dan cinta dalam satu ikatan ada nya Teman (bisa kan baca cerpen sambil dengarkan laguš¤)
Kami pertama kali kenal di kampus, bukan lewat pandangan pertama yang bikin jantung deg-degan, tapi lewat perdebatan sengit soal siapa yang lebih ikonik: Batman atau Iron Man. (Aneh, ya?)
Kami bukan langsung jatuh cinta. Justru kami jadi teman dulu. Teman debat, teman nugas, teman ngopi malam-malam sambil nyari inspirasi buat tugas akhir yang nggak selesai-selesai. Aku suka cara dia nggak pernah maksa aku untuk jadi orang lain. Bahkan saat aku tampil dengan daster belel dan rambut acak-acakan, dia cuma bilang, “Wah, ini sih edisi limited, ya?”
Hari demi hari, kami makin dekat. Tapi lucunya, yang berubah bukan rasa, tapi kesadaran: aku mulai sadar bahwa aku bisa menjadi versi terbaik dari diriku sendiri saat bersamanya. Nggak perlu jaim, nggak perlu takut dinilai. Dan yang paling penting: aku bisa ketawa sepuasnya, jadi anak kecil sepuasnya, curhat sepuasnya tanpa takut diremehkan.
“Karena teman paling asik adalah yang kamu mau ajak ngobrol setiap hari, seumur hidup. Mau?”
Aku ketawa. Aku terharu. Dan aku jawab, “Mau banget.”
Sekarang, dia bukan cuma pasanganku. Tapi juga sahabatku, partner-in-crime-ku, dan orang yang pertama kali aku cari saat ada kabar baik maupun buruk.
Karena pada akhirnya, cinta itu nggak harus selalu berbunga-bunga. Kadang, cinta hadir dalam bentuk obrolan receh jam dua pagi, pelukan diam saat lelah, dan tawa yang nggak ada habisnya.
Comments
Post a Comment