Sobat bisa sambil dengarkan lagu di bawah ini yang menjadikan cerita dalam lagu TC band indie Bandung Indonesia
Sunda Bandung Indonesia-Cerpen Sahabat dan kekasihku dari lagu TC Band indie bandung Indonesia.
Aku tidak pernah menyangka pengkhianatan bisa datang dari dua orang yang paling kupercaya. Sahabat yang selama ini menemaniku sejak sekolah, dan kekasih yang kuanggap masa depanku.
Semuanya bermula dari hal kecil, pesan singkat yang tak sengaja kulihat di ponselnya. Nama sahabatku muncul, dengan kata-kata manis yang seharusnya hanya jadi milikku. Hatiku bergetar, menolak percaya. "Mungkin hanya bercanda" batinku mencoba menenangkan diri.
Namun semakin hari, tanda-tanda itu makin jelas. Mereka tiba-tiba sering menghilang, alasan mereka selalu sama, sibuk, capek, atau ada urusan mendadak. Sampai suatu malam, aku melihat mereka bersama duduk di sebuah kafe kecil, tertawa begitu hangat, tangan saling menggenggam tanpa peduli dunia.
Dadaku serasa diremas. Air mata jatuh, bukan hanya karena cinta, tapi karena dikhianati oleh dua orang yang paling kupercaya. Sahabat yang seharusnya menjaga, justru menusuk dari belakang. Kekasih yang seharusnya setia, justru memilih pelukan orang lain.
Aku tidak masuk ke kafe itu. Aku hanya berdiri di luar, membiarkan angin malam menelan luka yang membara. Saat itu aku sadar, mungkin aku kehilangan cinta, mungkin aku kehilangan sahabat, tapi aku tidak boleh kehilangan diriku sendiri.
Aku pulang dengan langkah berat, menuliskan satu kalimat di buku harianku "Pengkhianatan mereka bukan akhir dari segalanya. Ini adalah awal bagiku untuk mencintai diriku lebih dalam, tanpa perlu lagi bergantung pada siapa pun."
Sahabatku dari sejak SMP. Dia selalu ada di setiap masa sulitku, saat aku gagal ujian, saat aku kehilangan ayahku, bahkan saat pertama kali aku jatuh cinta. Dan orang yang kucintai itu perempuan yang berhasil membuatku percaya bahwa cinta memang nyata.
Awalnya semua terasa sempurna. Aku punya sahabat yang setia, juga kekasih yang selalu menguatkan. Hidupku sederhana tapi cukup. Hingga perlahan, ada hal-hal kecil yang mulai berubah.
Sahabatku jadi lebih sering datang terlambat ketika kami janjian nongkrong. Kekasihku juga mulai jarang membalas pesanku dengan cepat. Aku mencoba mengerti atas mereka punya kesibukan, mungkin aku terlalu sensitif.
Namun, firasatku semakin kuat saat aku melihat mereka berdua sering bertukar tatapan yang aneh. Bukan tatapan biasa antara sahabatku dengan pacarku. Ada sesuatu di balik mata mereka.
Puncaknya terjadi malam itu. Aku tak sengaja meninggalkan charger di rumah kekasihku. Saat aku kembali, aku melihat bayangan dua orang di ruang tamu lewat jendela. Aku melangkah pelan, berharap yang kulihat hanyalah ilusi. Tapi tidak.
Sahabatku duduk di sofa, wajahnya begitu dekat dengan kekasiku. Tangannya menggenggam tangan kekasihku dengan erat, sementara kekasihku menatapnya penuh kelembutan, tatapan yang dulu hanya milikku.
Hatiku runtuh. Aku ingin masuk dan berteriak, tapi kakiku terasa kaku. Suaraku tercekat. Aku mundur perlahan, meninggalkan rumah itu dengan dada yang nyaris pecah.
Keesokan harinya, aku menghubungi mereka berdua. Aku ajak bertemu di tempat yang dulu sering kami datangi bertiga. Aku duduk menunggu, dan saat mereka datang, aku hanya tersenyum tipis.
“Aku tahu semuanya,” ucapku lirih.
Wajah mereka pucat. Sahabatku mencoba bicara, kekasihku menunduk. Aku angkat tangan, menghentikan mereka.
“Tak perlu alasan, tak perlu penjelasan. Kalian memilih jalan itu, dan aku memilih untuk tidak lagi menjadi bagian darinya.”
Aku berdiri, meninggalkan mereka dalam diam. Langkahku gemetar, tapi hatiku justru terasa lebih kuat. Sakitnya memang menghancurkan, tapi aku tahu aku tidak bisa terus terjebak dalam pengkhianatan.
Sejak hari itu, aku belajar satu hal "tidak semua orang yang kita percayai pantas menjaga hati kita"
Dan mungkin, kehilangan mereka bukanlah akhir, melainkan awal dari sebuah perjalanan baru, perjalanan untuk mencintai diriku sendiri tanpa bergantung pada siapa pun.
Hari-hari setelah pengkhianatan itu begitu berat. Setiap malam aku masih mendengar gema tawa mereka, setiap pagi aku masih teringat senyum kekasihku, dan bayangan sahabatku terus menghantui.
Aku memilih menjauh. Menghapus nomor mereka, berhenti membuka media sosial, dan fokus pada diriku sendiri. Aku kembali menulis di buku harianku, sesuatu yang sudah lama kutinggalkan. Menulis membuatku jujur pada diriku sendiri, meski pahit yang menjadi kan lirik dan musik menjadi sebuah lagu pelampiasan caraku melalui membuat sebuah karya lagu ciptaan sendiri.
Suatu sore, aku duduk di sebuah kafe kecil sambil membawa laptop. Aku sedang menulis cerita pendek ketika seseorang menghampiri.
“Maaf, kursi ini kosong?” tanya seorang perempuan dengan senyum hangat.
Aku mengangguk, tanpa banyak bicara. Tapi entah kenapa, suasananya berbeda.
Kenalan baru Seorang mahasiswi seni rupa yang suka melukis pemandangan. Awalnya kami hanya mengobrol ringan, tentang kopi, tentang buku yang sedang kubaca. Tapi obrolan itu terus berlanjut setiap kali kami bertemu di kafe yang sama.
Dia berbeda tidak pernah memaksaku bercerita tentang masa lalu, tapi selalu mendengarkan ketika aku ingin membuka diri. Saat aku bercerita tentang pengkhianatan sahabat dan kekasihku yang sudah menjadi mantan, dia tidak menghakimi, hanya berkata
“Kadang, kehilangan orang yang salah adalah cara semesta menuntunmu pada yang tepat”
Kalimat sederhana itu menusuk, tapi dengan cara yang menenangkan.
Bulan demi bulan berlalu, aku sadar bahwa luka di hatiku perlahan sembuh. Bukan karena aku melupakan masa lalu, tapi karena aku belajar menerima. Dan tanpa kusadari, hadirnya menjadi bagian dari proses itu.
Suatu malam, kami duduk di tepi danau kota, lampu-lampu berkilau di permukaan air. Dia menatapku, lalu berkata lirih,
“Kamu tahu? Luka itu tidak harus selalu jadi akhir. Kadang, luka adalah jalan menuju sesuatu yang lebih indah.”
Aku tersenyum, menatap matanya yang jujur. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, aku merasa tenang.
Mungkin benar-pengkhianatan Sahabat dan kekasihku bukanlah kutukan. Itu hanyalah cara hidup memberiku ruang, agar aku bisa menemukan cinta yang lebih tulus, lebih sehat, dan lebih damai.
Dan malam itu, di bawah langit berbintang, aku tahu satu hal "Aku sudah siap mencintai lagi, kali ini dengan hati yang lebih kuat"
Tiga tahun telah berlalu sejak malam ketika aku meninggalkan mereka. Hidupku jauh berbeda sekarang. Luka lama memang tak sepenuhnya hilang, tapi sudah tak lagi menyiksa. Bersama dia, aku menemukan rumah yang sebenarnya, hati yang hangat dan tulus.
Suatu sore, aku dan dia berjalan di sebuah pusat perbelanjaan. Kami tertawa kecil sambil membicarakan rencana liburan. Tapi langkahku terhenti ketika dari kejauhan, aku melihat dua sosok yang dulu sangat kukenal.
"Sahabatku dulu dan kekasihku dulu"
Mereka berdiri di depan toko buku, tampak sedang memilih sesuatu. Wajah mereka tidak banyak berubah, hanya saja… ada bayangan letih di mata mereka.
Jantungku berdegup kencang, bukan karena masih sakit, tapi karena ini adalah pertemuan yang tak pernah kubayangkan. Dia merasakan tanganku sedikit gemetar, lalu menggenggamnya erat.
“Kamu baik-baik saja?” bisiknya lembut.
Aku mengangguk pelan. “Iya. Aku baik-baik saja.”
Sahabatku dulu akhirnya menyadari keberadaanku. Tatapan matanya membeku, sementara kekasihku yang dulu menunduk, seolah malu. Mereka mendekat dengan langkah ragu.
“Halo…” suara sahabatku dulu pecah, “sudah lama sekali.”
Aku tersenyum tipis, berbeda dengan dulu yang penuh amarah. “Iya, sudah lama.”
Kekasihku yang dulu mencoba bicara, “Kami… minta maaf. Semua yang terjadi dulu”
Aku mengangkat tangan, menghentikannya. “Tidak perlu. Masa lalu sudah selesai. Aku tidak menyimpan dendam” Mereka terdiam. Ada kelegaan sekaligus penyesalan di mata mereka. Lalu aku menoleh pada dia yang berdiri di sampingku, senyumnya hangat meneduhkan. “Kenalkan, aku kekasinya. Dia yang menemaniku selama ini.”
Kekasih baruku menyapa mereka sopan, tanpa nada sinis sedikit pun. Justru sikapnya membuatku semakin yakin, betapa berharganya dia dalam hidupku.
Sahabatku hanya tersenyum kaku, mantanku menahan air mata. Aku bisa melihat rasa bersalah yang menumpuk di wajah mereka. Tapi kali ini, hatiku sudah berbeda. Tidak ada lagi luka, hanya kenangan.
Aku menggenggam tangan nya lebih erat, lalu berkata “Terima kasih, karena dulu kalian mengajarkanku arti kehilangan. Kalau bukan karena itu, aku mungkin tidak akan menemukan cinta yang benar-benar tulus seperti sekarang”
Kami berpamitan singkat. Saat berjalan menjauh, aku merasa beban lama benar-benar terlepas. Untuk pertama kalinya, aku tidak lagi menoleh ke belakang.
Aku sadar, pengkhianatan yang dulu hampir menghancurkanku ternyata hanyalah jalan agar aku bisa sampai pada hari ini-berdiri tegak, bersama seseorang yang benar-benar menjaga hatiku.
LIRIK LAGU TC BAND-SAHABAT DAN KEKASIHKU
Teringat semua, sebuah kisah yang pernah ada
Saat kau dan dirinya buatku terluka
Dan saat itu, ku tak percaya yang terjadi
Melihat kau dan dia, di hadapanku
Kau dan dirinya yang mengkhianati aku
"Sahabat ingatkah saat kau hancurkan aku
Kau pilih dia yang terindah dalam hidupku
Sahabat kau hitamkan semua kisah yang lalu
Comments
Post a Comment